Tradisi methil sebagai penanda dimulainya panen raya padi kini mulai ditinggalkan petani. Hanya petani yang sudah lanjut usia yang melestarikan tradisi nenek moyang ini. Tradisi Methil dilakukan petani saat panen padi, yang dimaknai sebagai wujud syukur atas keberhasilan panen padi yang dilakukan bersama masyarakat disekitarnya.
Oleh karena itu Pemerintah Desa Babadan Lor bersama semua elemen masyarakat mulai dari perangkat desa, tokoh masyarakat atau pinisepuh desa serta warga tani menggelar tradisi methil secara massal sebagai wujud bagian dari “nguri-nguri budoyo jawi” atau melestarikan budaya/tradisi yang ada di masyarakat khususnya para petani.
Methil atau dalam Bahasa Indonesia diartikan memetik adalah prosesi yang dilakukan petani sebelum melaksanakan panen raya padi. Methil sudah menjadi tradisi nenek moyang yang diwariskan turun temurun.
”Methil sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan yang telah memberikan nikmat atas hasil padi yang baik. Tujuannya agar ayem tentrem dan bermanfaat,”ujar Kepala Desa Babadan Lor, Drs. Sumarlan dalam sambutannya.
Dalam acara methil massal ini dihadiri juga oleh Anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur J. Ristu Nugroho, Bhabimkantibmas dan Babinsa Desa Babadan Lor.
Sementara itu Anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) J. Ristu Nugroho atau yang akrab disapa Mbah Tu dalam sambutannya mengatakan kegiatan atau tradisi methil perlu dibudayakan lagi dan dilestarikan lagi agar tidak punah dan hilang ditelan jaman. Tradisi methil massal atau bersama ini selain rasa syukur kepada Yang Kuasa atas hasil yang akan kita panen tetapi juga bentuk menanamkan tali kebersamaan.
“Methil kali ini dikemas secara massal atau bersama yang baru dilakukan pertama kali di Desa Babadan Lor. Berikutnya Pemerintah Desa akan menjadikan agenda tahunan tradisi ini dengan persiapan yang lebih baik lagi, “ lanjut Drs. Sumarlan.
Saya berharap mudah-mudahan warga tani memperoleh hasil yang baik dan melimpah,” tambahnya.